“Orang boleh pintar setinggi langit. Tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah” begitu ujar Pramoedya Ananta Toer, dalam bukunya Rumah Kaca.
Apa yang membuat manusia bisa abadi? Apa yang membuat nama dan gagasan dikenang melampaui umur seseorang? Apa yang membuat jasad mati tetap mampu berbagi pemikirannya? Tulisan.
Menulis adalah cara untuk memahami kehidupan. Buah dari proses pemikiran akan keresahan-keresahan hidup. Jalan untuk memaknai keberadaan diri. Mereka yang menulis, kerap lebih mampu menyelesaikan masalah. Mereka yang menulis, kerap kali lebih tangguh berjuang.
Maka lihat betapa banyak tulisan yang melahirkan orang-orang hebat. Begitu pula sebaliknya, betapa banyak tokoh besar melahirkan karya monumental nan abadi melalui proses menulis. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.
Betapa banyak tulisan yang mampu mengubah sejarah? Betapa banyak orang mampu merubah opininya setelah membaca tulisan? Betapa banyak tulisan yang mampu menjadi peluru perlawanan menghadapi penguasa rezim otoritarianisme?
Tulisan mungkin hanya barisan kata. Tapi ia bisa mempengaruhi jutaan manusia. Mereka yang menulis, mereka yang berkuasa. Mereka yang menulis, mereka yang memimpin. Menulis adalah pekerjaan orang-orang besar.
Kemampuan intelektual seseorang terlihat dari kemampuan menulisnya. Karenanya seseorang disyaratkan mampu menulis skripsi untuk memperoleh gelar sarjana. Mampu menulis tesis untuk meraih magister. Dan mampu menulis disertasi untuk menjadi doktor.
Kebaikan sebuah tulisan tidak berhenti sampai di situ. Tulisan-tulisan yang baik, ketika penulisnya wafat, pahalanya akan terus mengalir. Bak pepatah, verba volant scripta manen. Lisan sementara, sedang tulisan adalah abadi.
Tidak ada kata terlambat untuk memulai menulis. Sebab menulis bukanlah bakat yang muncul bersamaan dengan turunnya seseorang ke dunia. Ia bukan bawaan lahir. Melainkan suatu hasil pembelajaran yang memerlukan proses dan waktu. Be patient, cause something good needs time.
Kalau kamu sudah pandai menulis, jangan berhenti berproses. Tingkatkan produktivitas untuk kian meng-upgrade kemampuanmu. Tetaplah menulis. Kalau kamu belum cukup mahir membuat tulisan yang berat, mulailah membuat tulisan-tulisan sederhana tentang permasalahan pribadi. Semisal tulisan ini. Atau bisa juga tentang keresahan yang kamu alami. Lalu suatu saat coba pula untuk menulis tentang permasalahan bangsa.
Sebarkan tulisan itu kepada kawan-kawan terdekat. Lebih baik lagi kalau mempublikasikannya kepada umum. Bukan maksud mencari apresiasi. Dicaci atau dipuji, itu bonus. Yang penting kamu telah berhasil menyampaikan idemu dan memberikan kesempatan orang lain untuk mengkoreksi tulisanmu seandainya salah. Intinya, mari belajar menulis!
Tuban, 31 Desember 2015
Afkar Tashwirul